Life Lessons from Teen to Teen
You asked for more Chicken Soup for the Teenage Soul--so here it is, from the hearts of Jack Canfield, Mark Victor Hansen, and Kimberly Kirberger. You'll find 101 more stories to help you deal with a world that seems more and more difficult every day.
Jack, Mark, and Kimberly's latest batch focuses on love, friendship, and tough stuff, along with some great teen-told tales of learning lessons, making a difference, and growing up.
Like in the first volume of Chicken Soup for the Teenage Soul, you'll find no adults preaching to you about what you should or shouldn't do. Instead, this book is full of teens who share their experiences on learning to accept life, becoming the best person you can be, being happy with who you are, and loving yourself--no matter what.
These stories will show you that no matter how difficult your situation may seem, you can make it through the tough times; and that no matter how lonely you may feel, you are never alone.
A collection of beloved poems about women from the iconic Maya Angelou.
These four poems, "Phenomenal Woman," "Still I Rise," "Weekend Glory," and "Our Grandmothers," are among the most remembered and acclaimed of Maya Angelou's poems. They celebrate women with a majesty that has inspired and touched the hearts of millions.
These memorable poems have been reset and bound in a beautiful edition—a gift to keep and to give.
Koleksi Sajak 1942-1949
Selama ini kita tidak bisa menemukan sajak-sajak Chairil Anwar dalam satu buku. Sebagian kita temukan dalam Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus, sedangkan sebagian lagi kita jumpai dalam Tiga Menguak Takdir dan Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45. Akan tetapi, sajak-sajak yang terdapat dalam pelbagai buku itu sekarang disatukan dalam Aku Ini Binatang Jalang.
Selain keseluruhan sajak-asli, dalam koleksi ini juga dimuat untuk pertama kalinya surat-surat Chairil - yang menggambarkan "keadaan jiwa"nya - kepada karibnya, H.B. Jassin.
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.